Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penjelasan Peristiwa Wafatnya Rasulullah

 Bagian 1 | Ayo Tahlil !!! Mengungkap Dalil-dalil Sampainya Hadiah Pahala Amal Saleh Bagi Mayit

Pembelian Buku ini hubungi 085728151032

Penjelasan Peristiwa Wafatnya Rasulullah

Pada permulaan buku ini kita kupas sedikit tentang peristiwa wafatnya kekasih kita; Rasulullah. Bagaimana beliau menghadapi kematian, yang wafatnya tidak sama dengan wafat manusia siapapun, karena dengan wafatnya maka putuslah sesudahnya semua risalah keNabian selamanya. Dengan demikian maka wafatnya Rasulullah adalah tanda semakin dekatnya hari berakhirnya kehidupan dunia ini, di mana kita akan menghadapi kehidupan selanjutnya, yaitu kehidupan akhirat. Wafatnya Rasulullah juga menjadi pengingat bagi kita bahwa kita semua akan menjalani peristiwa yang sama, siapapun tanpa kecuali. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ (الزمر: 30)

Maknanya: “Sesungguhnya Engkau (Wahai Muhammad) akan mati, dan sesungguhnya mereka semua juga akan mati” (QS. az-Zumar: 30).

Dalam ayat lain Allah berfirman:

وَمَاجَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِن مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ، كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ (الأنبياء: 34-35)

Maknanya: “Dan tidaklah Kami (Allah) menjadikan bagi seorang manusia dari sebelummu terhadap kekekalan, adakah jika engkau mati lalu mereka kekal? Setiap jiwa akan merasakan kematian” (QS. al-Anbiya’: 34-35).

Al-Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihmeriwayatkan dari sahabat Anas ibn Malik bahwa kaum muslimin saat mereka tengah shalat subuh di hari senin, di mana Abu Bakr Siddiq menjadi al-Imammereka, Rasulullah membuka tirai keluar dari kamar as-Sayyidah ‘Aisyah tanpa sedikitpun mengagetkan mereka. Rasulullah melihat para sahabatnya berbaris rapih tengah melaksanakan shalat, beliau tersenyum. Abu Bakr mundur sedikit untuk meluruskan shaf bersama sahabat lain karena mengira Rasulullah akan melaksanakan shalat. Hampir-hampir umat Islam saat itu menjadi gaduh karena sangat gembira ketika mereka kembali dapat melihat Rasulullah. Namun Rasulullah berisyarat dengan tangan untuk terus melanjutkan shalat mereka. Lalu Rasulullah kembali masuk ke kamarnya dan menutupkan tirai[1].

Dalam riwayat lain dari al-Imam al-Bukhari menambahkan: “Itulah hari wafatnya Rasulullah”[2].

Al-Imam Ibn Majah dalam kitab Sunan meriwayatkan dari as-Sayyidah Aisyah, bahwa ia berkata: “Rasulullah membuka pintu antara diri beliau dengan manusia, atau membuka tirai. Rasulullah mendapat orang-orang tengah shalat di belakang Abu Bakr, maka ia memuji Allah terhadap apa yang ia lihatnya dan terhadap keadaan yang baik dari mereka. Rasulullah memohon kepada Allah supaya ada orang yang menggantikan dirinya seperti apa yang beliau lihat dari keadaan manusia saat itu. Lalu Rasulullah bersabda:

يَا أيّهَا النّاس أيّمَا أحَد مِن النَّاس أوْ مِن المؤمِنيْن أُصيْبَ بِمُصيبَةٍ فَلْيَعْتَزّ بمصيبتهِ بِي عَن المصيبةِ الّتي تُصيبُه بِغَيرِي فإنّ أحَدًا مِنْ أُمّتي لَن يُصَابَ بِمصِيْبَةٍ بَعْدِي أشَدّ عَلَيْهِ مِنْ مُصِيْبَتِي. اهـ

Maknannya: “Wahai sekalian manusia, siapapun dari kalian, atau dari orang-orang mukmin yang tertimpa musibah maka hendaklah ia ingat akan musibah yang telah menimpa diriku, janganlah ia melihat musibah menimpa orang selain diriku (artinya jangan merasa musibahnya adalah musibah terbesar). Maka sesungguhnya tidak akan ada seorangpun dari umatku yang tertimpa musibah yang lebih berat dari musibah yang telah menimpaku”.

Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan pula dari SayyidahAisyah bahwa ia berkata: “Sesungguhnya di antara karunia agung bagiku adalah bahwa Rasulullah wafat di rumahku, di hariku bersamaku, dalam pangkuannku, dan sungguh Allah telah menyatukan antara air ludahku dengan air ludahnya di hari wafatnya. Ketika Abdurrahman ibn Auf masuk, ia membawa siwak, dan saat itu Rasulullah bersandar padaku, Rasulullah melihat melihat Abdurrahman, maka aku paham bahwa Rasulullah menginginkan siwak. Aku berkata: Aku ambilkan bagimu? Rasulullah berisyarat dengan kepalanya menyatakan iya. Maka aku mengambil siwakmu untuk Rasulullah. Tetapi siwak itu keras, menyulitkan Rasulullah. Aku berkata: “Aku lebutkan bagimu?”, Rasulullah berisyarat dengan kepalanya menyatakan iya. Kemudian aku melembutkan siwak tersebut. Di hadapan Rasulullah ada wadah berisi air. Rasulullah memasukan kedua tangannya dalam wadah tersebut, lalu mengusapkannya kepada wajahnya, seraya berkata:

لاَ إلهَ إلا الله إنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَات

Lalu Rasulullah menegakan tangannya, sambil berkata: “Fi-arrafiq al-A’la”, hingga Rasulullah wafat, kemudian tangannya turun”[3].

Al-Imam Muslim dalam kitab Shahih meriwayatkan dari as-Sayyidah Aisyah bahwa ia berkata: “Aku pernah mendengar bahwa seorang Nabi tidak akan meninggal hingga ia diperintah untuk memilih antara dunia atau akhirat. Dan aku telah mendengar Rasulullah dalam sakit menjelang wafatnya berkata:

مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلاَئِكَ رَفِيقًا

Maka aku (Aisyah) ketika itu juga memiliki keyakinan bahwa kematian Rasulullah adalah kematian yang terbaik.

Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan ketika Rasulullah wafat maka as-Sayyidah Fatimah berkata: “Wahai ayahandaku, engkau adalah orang yang telah menjawab panggilan Tuhannya, wahai ayahandaku engkau adalah orang yang bertempat di surga Firdaus, wahai ayahandaku engkau adalah orang yang terhadap malaikat Jibril kami berbela sungkawa”. Lalu ketika Rasulullah selesai dikuburkan as-Sayyidah Fatimah berkata: “Wahai Anas, adakah tentram diri kalian ketika kalian menurunkan tanah ke atas Rasulullah”. (HR. al-Bukhari).

Diriwayatkan datang ucapan bela sungkawa dari satu suara yang didengar oleh banyak manusia tapi mereka tidak melihat sosok yang berkata-kata tersebut, mengatakan:

السّلاَمُ عَليكُم يَا أهْلَ البَيْت ورَحمةُ الله وَبَركاتُه (كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ) إنّ فِي اللهِ عزّاءً مِنْ كُلّ مُصيبَةٍ وخَلَفًا مِنْ كُلّ هَالِكٍ ودَركَاً مِنْ كُلّ فائِتٍ فَباللهِ ثِقُوا وإيّاه فارْجُوا إنما المصَابُ مَنْ حُرِم الثّواب، والسّلامُ عَليكُمْ ورحْمَةُ الله وَبركاته

“as-Salamu Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh wahai para Ahlil Bait. (Setiap jiwa akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya akan ditunaikan bagi kalian terhadapa pahala-pahala kalian di hari kiamat”. QS. Ali ‘Imran:185). Sesungguhnya setiap musibah itu ada bela sungkawa yang dilakukan karena Allah, pasti ada penerus dari setiap yang binasa, dan pasti ada yang melanjutkan dari sesuatu yang tertinggal. Maka hendaklah kalian hanya berpegang teguh kepada Allah, dan kepada-Nya hendaklah kalian berharap, sesungguhnya seorang yang benar-benar kena musibah adalah orang yang dijauhkan dari meraih pahala. Wa as-Salamu ‘Alaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh”. (HR. ath-Thabarani, al-Baihaqi dan lainnya)

Diriwayatkan bahwa orang-orang berpendapat bahwa suara tersebut adalah dari Nabi Khadir -‘Alaih as-Salam-.

Kemudian ketika sampai wafatnya Rasulullah kepada Abu Bakr Siddiq maka bergegas beliau berangkat menuju kediaman Rasulullah. Abu Bakr masuk masjid Nabi, berjalan tanpa berkata suatu apapun kepada manusia, sampai beliau masuk ke kamar as-SayyidahAisyah, langsung menuju Rasulullah. Abu Bakr mencium kening Rasulullah sambil menangis, sambil berkata: “Wahai Nabi Allah, wahai kekasih, wahai orang suci”. Lalu berkata: “Demi ayah dan ibuku, engkau adalah orang baik dalam keadaan hidupmu dan dalam keadaan wafatmu. Inna Lillah Wa Inna Ilaih Raji’un(Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya -artinya akan meninggal dan dihisab oleh-Nya-)”, Rasulullah telah wafat.

Kemudian Abu Bakr Siddiq, manusia yang sangat tegar ini keluar menyampaikan duka cita wafatnya Rasulullah kepada segenap manusia. Beliau mulai dengan membaca tahmid,lalu berkata: “Siapa di antara kalian menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah wafat, dan siapa dari kalian yang menyembah Allah maka Allah maha hidup tidak akan mati. Allah berfirman:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ {الزمر: 30}، وقال: وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ اللهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاكِرِينَ {ءال عمران: 144}

“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati, dan sesungguhnya mereka akan mati” (QS. az-Zumar: 30). Dan Allah berfirman: “Dan tidak Muhammad kecuali seorang Rasul yang telah lewat sebelumnya para Rasul lainnya, adakah jika ia wafat atau jika ia terbunuh kalian akan kembali ke belakang kalian, dan siapa orang yang kembali ke belakang maka ia tidak membuat bahaya terhadap Allah sedikitpun, dan Allah akan membalas orang-orang yang bersyukur” (QS. Ali ‘Imran: 144).

Maka semua manusia ketika itu menangis. Suara isakan tangis mereka terdengar keluar dari leher-leher mereka. Ada di antara mereka yang tertegun lalu seakan hilang kesadarannya. Ada yang semula berdiri lalu terjatuh dalam posisi duduk dan tidak kuasa untuk berdiri kembali. Ada tidak dapat berkata-kata, lidah menjadi kelu tidak mempu berbicara.

Saat itu Umar berkata: “Demi Allah, ketika Abu Bakr selesai membacakan ayat itu maka kakiku tidak kuat menopang tubuhku, aku terjatuh ke bumi, dan saat itu aku sadar bahwa Rasulullah benar-benar telah wafat”.

Abdullah ibn Abbas berkata: “Demi Allah, seakan manusia saat itu tidak ada yang tahu bahwa Allah telah menurunkan ayat tersebut hingga ayat itu dibacakan oleh Abu Bakr Siddiq, sehingga semua manusia saat itu telah talaqqi ayat tersebut kepada Abu Bakr –dengan mendengar bacaannya--, karena itu tidak ada siapapun manusia saat itu yang paling banyak mendengar terhadap ayat-ayat al-Qur’an selain ayat tersebut”.

Dari peristiwa wafatnya Rasulullah ini kita hendaklah mengambil pelajaran, seperti yang tertuang dalam sebuah bait syair, mengatakan:

اصْبِرْ لِكُلّ مُصيْبةٍ وَتَجَلَّدِ * واعْلَمْ بأنّ المرْءَ غيْرُ مُخَلَّدِ

وَإذَا أتَتْكَ مُصيْبةٌ تٌشْجَى بهَا * فاذْكُر مُصابَكَ بالنَّبي محمد

“Sabarlah terhadap setiap musibah yang menimpamu dan teguhlah, ketahui (yakini) olehmu bahwa tidak ada siapapun yang akan kekal selamanya”.

“Dan bila datang musibah menimpamu yang engkau terluka karenanya maka ingatlah musibahmu itu tidak seberat musibah yang telah menimpa Rasulullah”.

Bersambung...

---Catatan Kaki---

[1] Shahih al-Bukhari, Kitab al-Maghazi, Bab Sakitnya Rasulullah dan Peristiwa Wafatnya.

[2] Shahih al-Bukhari, Kitab al-Adzan, Bab; Seorang ahli ilmu dan pemiliki keutamaan lebih berhak untuk menjadi al-Imam.

[3] Dalam riwayat al-ImamMuslim, Rasulullah berkata: “اللهم مع الرفيق الأعلى”. Dalam redaksi lain, juga dalam riwayat Al-Imam Muslim, Rasulullah berkata: “اللهم في الرفيق الأعلى”. Sementara dalam riwayat Al-Imam Ahmad Rasulullah berkata: مع الرفيق الأعلى مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلاَئِكَ رَفِيقًا. Al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslimdalam menjelaskan makna ar-Rafiq al-A’la pada bab tentang keutamaan as-SayyidahA’isyah menuliskan: “Pendapat yang sahih yang dipegang oleh jumhur(mayoritas ulama) bahwa yang dimaksud dengan ar-Rafiq al-A’la adalah para Nabi yang bertempat di antara yang tertinggi dari pada ‘Illiyyin (para penghuni surga yang berderajat sangat tinggi).

Posting Komentar untuk "Penjelasan Peristiwa Wafatnya Rasulullah"