Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Perayaan Maulid Nabi adalah boleh

 Maulid Nabi 1446 H 06

واشوقاه ﷺ


Betapa sangat merindu Nabi ﷺ

Hukum Perayaan Maulid adalah boleh

Nabi Muhammad ﷺ adalah Rasul mulia, kelahiran beliau adalah di antara nikmat teragung yang dianugerahkan Allah pada umat manusia. Itulah sebabnya kita merayakan kelahirannya, sebagai bentuk syukur kepada Allah yang maha suci dari tempat dan masa. 

Ada banyak nilai berharga dan makna-makna yang agung yang terkandung dalam perayaan kelahiran beliau yang tidak terdapat pada manusia biasa seperti kita. 

Oleh karenanya para ulama dari kali pertama perayaan maulid Nabi diselenggarakan, *hanya mencukupkan pada kelahiran beliau untuk dirayakan dan tidak pernah merayakan kelahiran selainnya*. Begitulah adat para ulama yang sudah seharusnya untuk kita jaga dan kita lestarikan. 

Tidak seharusnya kita mengikuti adat dan kebiasaan yang bukan adat meraka para pembesar ulama, semisal ulang tahun. Dan apakah layak kita mengikuti adat dan kebiasaan orang yang tidak mengerti agama atau bahkan beda agama?

*Perayaan Maulid Nabi ﷺ*

Hukum merayakan Maulid Nabi adalah bid'ah hasanah. Bid'ah hasanah adalah sesuatu yang tidak dikerjakan oleh Rasulullah, namun perbuatan tersebut bernilai kebaikan dan tidak bertentangan dengan Al Quran dan hadits. Dalam kaidah ilmu ushul fiqh disebutkan:

 الترك لا يعنى التحريم 

"Sesuatu yang ditinggalkan tidak berarti sesuatu itu haram atau dilarang".

Sesuatu yang haram adalah sesuatu yang dilarang oleh Nabi. Jadi, bukan setiap sesuatu yang ditinggalkan Nabi.

Allah ta'ala berfirman:

 وَمَاۤ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُوا۟ۚ 

[Surat Al-Hasyr: 7]

"Dan apa yang dibawa Rasul pada kalian maka ambillah dan apa yang Rasul larang pada kalian maka cegahlah".

Ayat ini menjelaskan bahwa sesuatu yang haram adalah sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah, bukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alayhi wasallam.

Rasulullah tidak melakukan suatu perbuatan, mengandung beberapa kemungkinan, yaitu:

  • ✓ Karena Rasulullah tidak terbiasa melakukannya
  • ✓ Karena tidak terfikir sama sekali untuk melakukannya
  • ✓ Karena khawatir perbuatan itu akan diwajibkan sehingga akan memberatkan umatnya
  • ✓ Karena perbuatan tersebut sudah masuk dalam keumuman ayat atau hadits

⛔️ Waspadalah terhadap kelompok Wahhabi Salah-fi yang mengharamkan setiap perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ seperti perayaan Maulid Nabi. 

Mereka mengatakan: Rasulullah tidak pernah melakukannya, maka kita haram melakukannya, melakukannya adalah bid'ah yang sesat.

Pernyataan mereka ini bertolak belakang dengan ayat di atas. Maka bantahlah pendapat Wahabi yang mengingkari bolehnya perayaan Maulid Nabi.

Dalam hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَن سَنَّ فِي الإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا

"Barangsiapa melakukan perkara baru yang baik (tidak melanggar syariat) dalam Islam, maka akan mendapatkan pahala." (HR. Muslim)

Hadits ini tidak khusus untuk masa Rasulullah saja, tetapi berlaku untuk masa-masa berikutnya juga. Hukum Islam tidak terbatas hanya pada masa Rasulullah, dan tidak boleh mengkhususkan sesuatu kecuali dengan dalil. Justru dalam hadits ini, Rasulullah menyatakan "dalam agama Islam" bukan "dalam masaku ketika aku hidup."

Secara ijma', *perkara baru yang tidak menyalahi syariat hukumnya boleh*. Banyak hadits yang menunjukkan bahwa para sahabat melakukan perkara baru yang tidak dilakukan oleh Rasulullah, seperti Sayidina Umar yang mengumpulkan orang untuk shalat tarawih secara berjamaah di belakang satu imam, kemudian beliau mengatakan, "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini."

Al-Imam al-Hafidz an-Nawawi mengatakan:

البدعة في الشرع هي إحداث ما لم يكن في عهد رسول الله وهي منقسمة إلى حسنة وقبيحة

"Bid'ah dalam syariat adalah mengadakan sesuatu yang tidak ada pada masa Rasulullah dan terbagi menjadi dua: bid'ah yang baik dan bid'ah yang buruk." (Kitab Tahdzib al-Asma wa al-Lughah, jilid 3, hal. 22)

Dan tahukah anda, contoh bid'ah yang buruk itu?

Yaitu pembagian tauhid menjadi 3 (rububiyah, uluhiyah, asma wasifat) sebagaimana yang diyakini oleh ibnu taimiyah, muhammad bin abdul wahab pendiri wahabi dan para pengikutnya. 

Apa buktinya? 

Baca kembali kajian Maulid Nabi 1446 H 04.

Maulid Nabi 1446 H 07

واشوقاه ﷺ

Betapa sangat merindu Nabi ﷺ

Tidak semua bid'ah itu sesat

Apabila Wahhabi berkata:

"Setiap bid'ah itu sesat berdasarkan hadits:

 وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وكل ضلالة في النار

Maka katakan:

Kalian memahami hadits berdasarkan hawa nafsu, tidak berdasarkan ilmu dan penjelasan para ulama. 

Mereka para wahabi mangartikan bahwasanya setiap bid'ah itu sesat dan setiap yang sesat itu masuk neraka

Ini adalah penafsiran yg melenceng dan salah.

*Maka perhatikan* lafadz كل yang pertama, كل بدعة, dalam hadits ini *bima'na aghlab* yang artinya *mencakup sebagian* bukan bima'na umum yang mencakup keseluruhan. Sedangkan lafadz كل yang kedua, وكل ضلالة, ini baru bermakna keseluruhan.

*Perhatikan sekali lagi*

Rasulullah ﷺ bersabda:

 كل عين زانية

Artinya: *"setiap manusia kecuali sangat jarang, dan kecuali para Nabi, pasti mereka akan memandang dengan satu pandangan yang diharamkan atau lebih."*

Apakah makna kullu di hadits tersebut seluruh manusia? Tidak!! Para Nabi juga manusia, tetapi nabi maksum dari perbuatan dosa. Baik sebelum kenabian maupun setelah kenabian.

وَمْعلومٌ شَرْعًا أنَّ هذا الْحديثَ لا يَشْمَلُ أَعْيُنَ الأنبياءِ عَلَيْهِمُ الصَّلاةُ والسَّلامُ لأنَّ اللهَ تعالى عَصَمَهُم مِنْ ذَلِكَ لِقَوْلِهِ تَعالى:

 *﴿وَكُلًّا فَضَّلْنَا عَلى الْعَالَمين﴾* [سورة الأنعام:  86]. 

Dari sini sudah paham? 

Jadi, hadits yang dihafalkan kaum wahabi perusak ini memaknai dengan hawa nafsunya. Kalo masih belum paham, perhatikan hadits berikut:

وَقَدْ وَرَدَ في الْحَديثِ الصَّحيحِ الَّذِي رَوَاهُ أَبُو دَاودَ في سُنَنِهِ في بَابِ ذِكْرِ الصُّورِ وَالْبَعْثِ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عليه وسَلِّم قَالَ: "كُلُّ ابْنِ ءادَمَ تأكُلُ الأَرْضُ إلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ يُرَكَّبُ"،

وَهَذَا يُؤَيِّدُ أَنَّ كَلِمَةَ كُلّ لا تَأتي دَائِمًا لِلشُّمُولِ الْكُلِّيِّ بِدَلِيلِ أَنَّ الرَّسُولَ صَلَّى اللهُ عليه وسَلِّم قَالَ: 

"إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى الأَرْضِ أَنْ تَأكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءِ" ؛ فَيَكُونُ مَعْنَى "كُلُّ ابْنِ ءادَمَ تأكُلُ الأَرْضُ" الأغْلَبَ لأَنَّ الرَّسُولَ اسْتَثْنَى في الْحَديثِ الآخَرِ الأَنْبِيَاءَ.

Makna كُلُّ ابْنِ ءادَمَ تأكُلُ الأَرْضُ ini tidak semua anak adam (manusia) dimakan bumi ketika sudah meninggal. Namun ada jasad para nabi yang tidak akan dimakan oleh bumi. Jadi makna kullu disini adalah makna mencakup sebagian (aghlab).

Tentang Bid'ah

al Imam an Nawawi (pensyarah kitab Shahih Muslim). Beliau Al Imam an Nawawi dalam kitab "Syarh Shahih Muslim" mengatakan:

هذا عامٌّ مخصوص، والمراد: غالب البدع

"Hadits ini lafadznya umum, maknanya dikhususkan, maksudnya adalah kebanyakan bid'ah"

Jadi makna hadits كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ itu bermakna:

"Kebanyakan bid'ah itu sesat, bukan setiap bid'ah itu sesat" 

Hal ini, al Imam as Syafi’iy yang hafal ratusan ribu hadits beserta sanadnya menjelaskan tentang macam macam bid'ah. Beliau berkata:

البدعة بدعتان، بدعة محمودة، وبدعة مذمومة. فما وافق السنة فهو محمود، وما خالف السنة فهو مذموم

"Bid'ah itu ada dua, bid'ah mahmudah (terpuji) dan bid'ah madzmumah (tercela). Bid'ah yang sesuai dengan sunnah maka terpuji dan bid'ah yang bertentangan dengan sunnah maka tercela". (Lihat kitab Hilyatul Awliya') 

Al Hafidz Ibnu Hajar al Asqalani (pensyarah kitab Shahih al Bukhari) dalam kitab Fath al Bari berkata:

وكل ما لم يكن في زمنه– صلى الله عليه وسلم –  يسمى بدعة، لكن منها ما يكون حسنا ومنها ما يكون بخلاف ذلك

"Dan setiap sesuatu yang tidak ada pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam itu disebut bid'ah, tetapi di antara bid'ah ada yang baik dan di antaranya juga yang tidak baik". 

Jika wahabi itu tetap mengatakan bahwa para ulama itu tidak memahami hadits tersebut, maka ini menjadi bukti kebodohan dan fanatisme dan kecintaan terhadap Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab, sehingga membutakan dan menulikan dari melihat kebenaran.

Keadaan wahabi ini seperti sabda Nabi:

«حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ»

*"Kecintaan kamu terhadap sesuatu membutakan dan menulikan"*.

Bersambung

Intaha

Allah Ada Tanpa Tempat

Posting Komentar untuk "Hukum Perayaan Maulid Nabi adalah boleh"