Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana tata cara pelaksanaan shalât jenâzah

 Ngaji Soal Jawab Bab Jenazah 55


*55. Soal:*

Bagaimana niat shalât jenâzah ?

*Jawab:*

Niat shalât jenâzah dihadirkan dalam hati pada saat membaca takbîratul ihrâm menurut al-Imâm asy-Syâfi'i, yaitu berbarengan saat membaca takbîr 

“الله أَكْبَر”

yang pertama, tidak wâjib niat dengan bahasa Arab, yang wâjib adalah berniat bahwa dia melakukan shalât fardhu atas jenâzah, *maka sah jika dia mengatakan di hati saat takbîr*; 

Misal: "aku niat shalât fardhu jenâzah atas mayit ini"  atau semisalnya.

Jika dia menjadi Imâm, maka ditambahi "Imâman", atau sebagai makmum, maka ditambahi "ma'mûman".

Faidah:

Niat adalah rukun dalam sholat. Maka tidak sah jika tidak ada niat dalam sholat. Oleh karenanya, wajib berniat untuk melakukan shalât jenâzah yang dihadirkan dalam hati pada saat membaca takbîratul ihrâm. Begitu juga pada sholat fardhu lima waktu.

Niat itu letaknya di hati, sehingga menjadi rukun qouly dalam shalat. Karena Niat menjadi tujuan suatu ibadah

النية : هي عمل قلبي ومعناها قصد الفعل بالقلب مقرونًا بأول العمل.

ولا ثواب باي عمل طاعة ما لم ينوى فيه اي نية حسنة لله تعالى

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (انما الاعمال بالنيات)

Ngaji Soal Jawab Bab Jenazah 56

*56. Soal:*

Bagaimana tata cara pelaksanaan shalât jenâzah ?

*Jawab:*

Shalât jenâzah dilaksanakan dengan bertakbîr minimal sebanyak empat kali, dan boleh dengan lima kali takbir maksimalnya, sembari berniat saat takbîr pertama, dan membaca bacaan tertentu setelah takbîr-takbîr tersebut, tanpa rukû’ dan sujûd.

*Faidah:*

Secara umum, shalát jenâzah tidak dengan ruku' dan sujud. Dan disebutkan dalam kitab-kitab fiqih, shalat jenazah dengan takbir yang diwajibkan yaitu empat kali takbir dan boleh ditambah dengan takbir yang disunnahkan yaitu takbir yang ke lima. 

Kemudian, pada saat membaca takbir, ini harus diperhatikan, karena membaca takbir ini termasuk *rukun qauliy*. Jika membacanya tidak benar maka rusak sholatnya. 

Rukun sholat ada 3 kategori, yaitu rukun qolbi, qouli & fi'li. Yang mana jika ditinggalkan (baik sengaja maupun tidak sengaja) maka sholatnya menjadi tidak sah. Salah satu rukun yang sering kali ditinggalkan adalah Rukun Qouli (Ucapan). 

Sedangkan rukun qauliy adalah dengan membaca bacaan sholatnya yang tidak boleh dibaca di dalam hati, harus diucapkan dilisan minimal didengar oleh telinga sendiri. Dan tidak terlalu keras apalagi ketika sholat berjama'ah, karena dapat mengganggu jama'ah disebelahnya. 

Membaca takbir ini adalah rukun qauliy, yaitu dengan membaca kalimat takbiratul ihram:

“الله أَكْبَر”

- Dilakukan pada waktu berdiri pada sholat (bagi orang yang mampu sholat berdiri, baik sholat jenazah atau sholat fardhu atau lainnya)

- Menghadap kiblat

- Harus memakai bahasa Arab 

- Harus menggunakan lafadz "Allah" (الله) dan kalimat "Akbar" ( أكْبَر)

- Harus tertib antara lafadz "Allah" lalu lafadz "Akbar"

- Memakai lafadz "Allah" (tidak boleh diganti dengan nama-nama dari Asmaul Husna), contoh ar-rohman, atau lainnya.

- *Harus benar dalam pengucapan lafadznya*, diantaranya : 

• Tidak memanjangkan alif pada suara “A” pada kalimat Allah dan atau Akbar (contoh : Aaallahu ..., Aaaakbar)

• Tidak memanjangkan suara “BA” pada kalimat Akbar (contoh : ... Akbaaar)

• Tidak mentasydidkan lafadz "akbar" (contoh : ... akabbar)

• Tidak menambah suara panjang pada kalimat “HU” (allahuuu ....)

• Tidak menambah suara “WA” diantara kalimat Allahu dengan Akbar (Allahu wakbar)

• Tidak menambah suara “WA” sebelum kalimat Allah (wallahu Akbar)

• Tidak boleh berhenti antara dua kalimat (allahu akbar)

- Tidak menyembunyikan satu huruf pun dari huruf-hurufnya

- Harus terdengar bacaan takbirnya (minimal oleh telinga sendiri)

- Bagi yang berjama'ah, maka takbirnya makmum setelah takbirnya imam.

- Pada Takbir pertama di shalat jenazah, Berusaha menyamakan tatkala mengucapkan takbir dengan bersama mengucapkan niat dalam hati. 

- Pada shalat fardhu, Waktu membaca takbiratul ihram setelah masuknya waktu sholat (jika belum, maka tidak sah)

*Awas dan Penting diperhatikan:*

1. Pada kalimat Takbir, "Allaahu Akbar" dengan memanjangkan huruf ba' pada kata akbar, sehingga bunyinya menjadi "Akbaar" ini dapat menyebabkan kerusakan iman, atau kekufuran. Karena kata "Akbaar" (dengan ba' dibaca panjang) dalam Bahasa Arab adalah jama' dari kata "kabar" yang bermakna beduk. Dengan demikian, maknanya menjadi "Allaah adalah beduk-beduk". Tentu makna ini tidak kita inginkan. 

Membaca seperti ini (memanjangkan huruf ba') *justru haram*, terjatuh maksiat pada dosa besar, baik di dalam sholat maupun di luar sholat. Dan tidak sah sholatnya.

2. "Allaahu Akbar" maknanya adalah "Allah Maha Besar derajat-Nya", bukan "Allah Maha Besar bentuk dan ukurannya". Karena Allah Maha Suci dari bentuk dan ukuran.

3. Aqidah "Allah bukan benda; Allah Maha Suci dari bentuk; Allah ada tanpa tempat, ada tanpa arah, dan ada tanpa dilalui oleh peredaran masa" adalah ajaran yang diwariskan oleh Nabi, shahabat, para ulama, dan juga sampai pada Mbah Hasyim Asy'ari dan para pendiri NU lainnya. Mari sama-sama berjuang untuk melestarikan dan menyebarkannya.

Ngaji Soal Jawab Bab Jenazah 57

*57. Soal:*

Apa yang dibaca setelah takbîr-takbîr itu dalam shalat jenazah?

*Jawab:*

Secara ringkas adalah:

1. Setelah takbîr pertama [takbîratul ihrâm] dibaca Sûrat al-fâtihah, dengan suara pelan, baik Imâm ataupun makmum, dan tidak membaca Sûrat pendek ataupun âyat lain setelah al-Fâtihah, kemudian langsung takbîr ke-dua.

Wâjib membaca al-Fâtihah ini dengan benar, sesuai dengan yang semestinya dari segi tasydîd-tasydîdnya, mad-nya, makhârijul hurûfnya dan tertîb antar âyat-âyatnya, dan “بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ” adalah âyat pertama yang wâjib dibaca dalam al-Fâtihah menurut al-Imâm asy-Syâfi’i.

*Fâidah:*

Al-Imâm Abû ‘Abdirrrahmân ‘Abdullâh al-Harari dalam kitâbnya Bughyah ath-Thâlib menjelsakan, mengenai kapan al-Fâtihah dibaca dalam shalât jenazâh ?, maka afdholnya adalah seperti ini; yaitu dibaca setelah takbîratul ihram atau takbîr pertama ini, namun boleh dibaca setelah takbîr ke-dua atau ke-tiga atau ke-empat atau ke-lima. 

Yaitu misalnya; setelah takbîratul ihrâm dia tidak membaca al-fâtihah, akan tetapi langsung takbîr ke-dua, barulah kemudian dia membaca al-Fâtihah, kemudian bersholawat, kemudian takbîr ke-tiga, maka *sah*.

Disunnahkan membaca Ta'awwuzd sebelum membaca surah al-Fatihah, yaitu membaca;

أَعُوْذٌ بِاللّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

kemudian membaca al-Fatihah, Namun *Tidak disunnahkan* dalam sholat jenâzah membaca do’â al-Iftitâh setelah takbîratul ihrâm dan tidak disunnahkan membaca sûrat-sûrat pendek atau lainnya setelah al-Fâtihah.

2. Setelah takbîr ke-dua dibaca shalawat ke atas Nabi, boleh pakai sayidina dan boleh tidak, minimalnya "اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ", boleh juga dengan lafazh shalawat lainnya. Afdholnya sholawat ibrohimiyah. kemudian takbir yang ke-tiga. 

Dan sholawat ini harus dibaca setelah takbîr ke-dua ini, tidak bisa diakhirkan atau didahulukan, berbeda dengan al-Fâtihah sebagaimana telah dijelaskan.

3. Setelah takbîr ke-tiga dibaca do’â maghfirah untuk mayit, minimalnya  "اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ", 
dan jika mayitnya perempuan maka dibaca "اللهُمَّ اغْفِرْ لَهَا", 
kemudian takbîr ke-empat.

Dan posisi doa maghfirah ini di takbir yang ke tiga. Tidak boleh di takbir yang lain.

4. Setelah takbîr ke-empat boleh langsung "Salâm", 
dan boleh membaca do’â lagi, kemudian salâm. 

Do’â yang dianjurkan untuk dibaca setelah takbîr ke-empat jika mayitnya laki-laki:

اللّٰهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ 

Dan jika mayitnya perempuan, maka bacaannya:

اللّٰهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهَا وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهَا وَاغْفِرْ لَنَا وَلَها

Kemudian membaca "salâm" seperti salâm dalam shalât umumnya, yaitu membaca "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ", 
dan afdholnya
 "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ".

Dan disunnahkan untuk menoleh ke-kanan ketika membaca
 “وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ”
di salâm yang pertama, dan menoleh ke kiri di salâm ke-dua ketika membaca “وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ”.

5. Jika dia membaca do’â setelah takbîr yang ke-empat tersebut, maka boleh setelahnya dia langsung mengucapkan "salâm", 
dan boleh juga dia takbîr satu kali lagi, sehingga menjadi takbîr yang ke-lima, kemudian "salâm", maka ini *sah*.

*catatan*
Setelah takbir ke-lima, dan ini sunnah tetapi tidak wajib, maka langsung salam, tidak membaca do’a lagi. Takbir yang wajib hanya takbir empat kali.

*Perhatian*:
Ini adalah ilmu sholat jenazah yang sudah disebutkan para ulama fiqih. Dan yang mau meluangkan waktu untuk mempelajarinya. 
Hanya saja di masyarakat berlaku hanya 4 takbir saja. Maka bersikaplah dengan bijak jika ada orang jahil (bodoh) yang menganggap nyeleneh di sholat jenazah jika menggunakan 5 takbir.
Karena sekarang ini banyak orang sudah tidak mau mempelajari ilmu agama.

Ngaji Soal Jawab Bab Jenazah 58

*58. Soal:*

Bagaimana jika bacaan-bacaan yang rukun itu dibaca dalam hati saja, tanpa membacanya dengan suara ?

*Jawab:*

Rasûlullâh ﷺ bersabda:

لَاصَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ [أخرجه أحمد والشيخان والنسائي]
Maknanya:
“Tiada sah suatu shalât bagi siapa saja yang tidak membaca al-fâtihah di dalamnya (H.R. Ahmad, al-Bukhâri, Muslim dan an-Nasâ’i)

Maka dalam shalât, wâjib dibaca rukun-rukun Qaulinya semisal takbîratul ihrâm, al-fâtihah dan lainnya dengan volume suara yang minimal bisa didengar oleh dirinya sendiri di saat tenang tanpa ada kebisingan, dan tetap wâjib dengan volume itu meskipun di suasana berisik, tidak harus meninggikan volumenya lebih dari itu hanya karena kebisingan meskipun dia menjadi tidak bisa mendengar bacaannya karena adanya kebisingan, maka tidak sah shalâtnya apabila tidak seperti itu, meskipun dia mengaku membaca rukun-rukun Qauli itu dalam hatinya.

Ngaji Soal Jawab Bab Jenazah 59


*59. Soal:*

Bagaimana bacaan do’â yang Panjang dan lengkapnya untuk mayit dewasa setelah takbîr yang ke-tiga ?

*Jawab:*

Ada lebih dari satu riwâyat tentang do’â yang diajarkan oleh Nabi saat menshalâti mayit orang dewasa, di antaranya adalah sebagai berikut:

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِمَاءِ الثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ
Seorang sahabat Nabi yang meriwâyatkan do’â ini, bernama 'Auf ibn Mâlik mengatakan setelah menyampaikan do’â ini: "Maka aku berharap bahwa akulah mayit yang dido’âkan dengan do’â ini" (H.R. Muslim).

Dan ada juga do’â selain ini, yang juga do’a itu ma’tsûr [diriwâyatkan dalam hadîts shahîh yang diriwâyatkan olah Ibnu Hibbân, al-Baihaqi dan lainnya bahwa Nabi ﷺ pernah membacanya dalam beberapa shalât jenâzah setelah takbir ke-tiga], yaitu:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِـحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا، اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الإِسْلامِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الإِيـمَانِ

Dan dalam kitab al-Muwaththa’ susunan al-Imam Malik, beliau meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa dahulu Abu Hurairah membaca do’a berikut jika beliau menshalati jenazah:

اللَّهُمَّ إِنَّهُ عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ كَانَ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُولُكَ، وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ، اللّٰهُمَّ إِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِي إِحْسَانِهِ وَإِنْ كَانَ مُسِيئًا فَتَجَاوَزْ عَنْ سَيِّئَاتِهِ، اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ، وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ

Maka, bagi siapa saja yang ingin melaksanakan shalat jenazah dengan bacaan yang sempurna setelah takbir ke-tiga, dia bisa memilih salah satu dari do’a-do’a yang ma’tsur tersebut.

*Faidah*

Jika mayit yang dishalati adalah mayit perempuan, maka dhomir dalam do’a tersebut diganti dengan dhomir mu’annats, sebagai berikut;

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا وَأَكْرِمْ نُزُلَهَا وَوَسِّعْ مَدْخَلَهَا وَاغْسِلْهَا بِمَاءِ الثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهَا مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهَا دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهَا وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهَا وَقِهَا فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ
Dan
اللَّهُمَّ إِنَّهَا أَمَتُكَ وَابْنَةُ عَبْدِكَ وَابْنَةُ أَمَتِكَ كَانَتْ تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُولُكَ، وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهَا، اللّٰهُمَّ إِنْ كَانَتْ مُحْسِنَةً فَزِدْ فِي إِحْسَانِهَا وَإِنْ كَانَتْ مُسِيئَةً فَتَجَاوَزْ عَنْ سَيِّئَاتِهَا، اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهَا، وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهَا

Ada bebera doa selain tiga doa tersebut yang diriwayatkan secara tsabit. Namun tiga doa tersebut adalah yang paling lengkap. Jadi kita diberi pilihan mau membaca yang mana dalam shalat jenazah.

Ngaji Soal Jawab Bab Jenazah 60

*60. Soal:*

Jika mayitnya anak-anak yang belum baligh, apakah harus dibaca do’â khusus setelah *takbîr ke-tiga* untuk sahnya shalât jenâzah atasnya ?

*Jawab:*

Jika menshalâti mayit anak kecil yang belum bâligh, maka tidak diharuskan do’â khusus, bahkan sah apabila dia membaca do’â untuk mayit orang baligh, yaitu membaca do’a semisal:
                 “اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ....” 
dan seterusnya, atau membaca do’a ini: 
         “اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِـحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا.....”
dan seterusnya.

Hanya saja al-Imâm al-Mujtahid asy-Syâfi'i menyatakan bahwa disunnahkan untuk berdo’â dengan do’â yang diajarkan oleh Nabi ﷺ yang beliau baca saat menshalâti mayit anak-anak. Do’â tersebut adalah:

اللّٰهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا لِأَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَّذُخْرًا وَّعِظَةً وَّاعْتِبَارًا وَّثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ الْجَمِيْلَ عَلَى قُلُوْبِهِمَا وَلَا تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ وَلَا تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ

Jika mayitnya adalah anak perempuan maka dibaca seperti berikut:

اللّٰهُمَّ اجْعَلْهَا فَرَطًا لِأَبَوَيْهَا وَسَلَفًا وَّذُخْرًا وَّعِظَةً وَّاعْتِبَارًا وَّثَقِّلْ بِهَا مَوَازِيْنَهُمَا وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ الْجَمِيْلَ عَلَى قُلُوْبِهِمَا وَلَا تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهَا وَلَا تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهَا

*Faidah:*

Anak kecil yang belum baligh, menurut syara' maka ia belum tercatat atasnya dosa. Karena anak yang belum baligh ia tidak mukallaf.

قال رسولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم: 
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
رواه أبو داود في السنن كتاب الحدود.

"Diangkat pena pertanggungjawaban (tidak dicatat/dihisab) dari tiga orang yakni :
1. dari orang yang sedang tidur sampai ia kembali bangun, 
2. dari anak kecil sampai anak tersebut bermimpi (baligh) [sebagian riwayat حتى يبلغ]
3. dan dari orang yang gila sampai dirinya menjadi berakal kembali (sadar)".
[ HR At-Tirmidzi, Abu Daud, An-Nasa’i & Ahmad ]

Tiga kriteria tersebut, tetap ada kewajiban bagi orang mengetahuinya pada kriteria tersebut, misalnya:
1. Orang tidur tersebut memukul atau bahkan mau membunuh, maka orang yang sadar itu wajib segera mencegahnya atau menghentikannya dan membangunkannya.
2. Anak kecil yang belum baligh apabila melakukan keburukan atau kejahatan secara syara' itu haram misalnya maka orang dewasa yang mengetahuinya segera mencegahnya. dan segera menasehatinya. Hal ini akan berefek pada kejiwaannya jika tidak segera dinasehatinya. Dan ini ada perincian di kalangan para ulama'.
3. Begitu juga pada orang gila, apabila ia melakukan kejahatan atau keharaman maka orang yang waras wajib mencegahnya atau menghentikannya. Tidak boleh membiarkannya.

Kemudian, anak kecil yang belum baligh apabila melakukan kebaikan atau melakukan ibadah sesuai syara' maka jika ia sudah mumayyiz Maka sah dan mendapatkan pahala namun dosa belum tercatat atasnya.

Kemudian, doa istighfar dalam sholat jenazah untuk anak yang belum baligh itu sah. Hal ini doa istighfar ini dapat diucapkan sebagai ibadah untuk dirinya atau untuk orang lain baik orang yang pernah berbuat dosa atau tidak sama sekali. 

Doa istighfar yang diucapkan sebagai ibadah untuk dirinya atau untuk orang lain yang tidak berbuat dosa (atau belum tercatat dosa atasnya seperti anak yang belum baligh) adalah sebagai bentuk pengangkatan derajatnya. Inilah makna doa istighfar dalam sholat jenazah bagi anak yang belum baligh sebagaimana dijelaskan oleh para ulama'.

*Awas perhatikan:*
Jadi, doa istighfar ini bukanlah bentuk pertaubatan. Karena Taubat itu ada syarat dan rukunnya yang harus dipenuhi. 

*Keistimewaan Anak yang belum baligh sudah meninggal*

Anak yang terlahir dari orang tua islam beriman, kemudian meninggal dunia sebelum baligh maka nanti di akhirat dapat memberikan syafa'at kepada kedua orangtuanya yang apabila mati juga dalam keadaan beriman dan apabila membutuhkan syafa'at. Sebagian ulama' memutlakkan syafa'at ini walaupun belum diaqiqahkan, namun sebagian ulama' lainnya menjadikan syarat sudah di aqiqahkan anak tersebut.
Oleh karenanya, sah apabila dalam sholat jenazah di takbir ketiga memakai doa istighfar walaupun doa istighfar tersebut untuk orang dewasa. Karena doa istighfar yang dibacakan tersebut bukan memintakan ampunan kepada anak tersebut akan tetapi mengangkat derajatnya yang semakin tinggi.

Intaha

Bersambung 

Allah Ada Tanpa Tempat

Posting Komentar untuk "Bagaimana tata cara pelaksanaan shalât jenâzah"