Apa hukumnya menguburkan mayit menggunakan peti
Ngaji Soal Jawab Bab Jenazah 71
*71. Soal:*
Apa hukumnya menguburkan mayit menggunakan peti ?
*Jawab:*
Menguburkan mayit dengan menggunakan "kotak peti" untuk dimasukkan ke dalam liang Kubur jika memang diperlukan, terutama di tanah yang gembur atau tanah gambut adalah boleh.
Adapun yang diharâmkan adalah menguburkan mayit ke dalam "al-Fisqiyah", yaitu menjadikan "al-Fisqiyah" ini sebagai kuburnya, sebagaimana hal ini telah dijabarkan dengan sangat jelas oleh para fuqahâ’. Al-Imâm al-Hafizh ‘Abdullâh al-Harari dalam kitâbnya Mukhtashar sullam at-Taufîq, beliau mengatakan:
وَلَا يَجُوْزُ الدَّفْنُ فِي الفِسْقِيَّةِ.
“dan tidak boleh [yakni haram] menguburkan di "al-Fisqiyah".
Al-fisqiyah adalah bangunan yang ditumpuk di dalamnya mâyat-mâyat, dan terkadang mereka membangun di dalamnya "laci" (الطَّاق) dan diletakkan setiap mayit dalam setiap laci-laci ini, bahkan seandainya mayit telah berwasiat dengan hal itu, maka tidak boleh ditunaikan wasiatnya itu.
Sesungguhnya diharâmkannya mengubur mayit muslim atau muslimah di "Al-Fisqiyah" tersebut adalah karena dalam hal itu ada tindakan memasukkan mayit ke atas mayit lainnya sebelum kehancurannya, dan karena ia tidak menahan bau mayit, maka ia adalah penghinaan bagi mayit tersebut.
Ngaji Soal Jawab Bab Jenazah 72
*72. Soal:*
Bagaimana posisi yang benar membaringkan mayit di Kuburnya ?
*Jawab:*
Al-Imâm Zakariya al-Ansharai dalam kitâbnya Fath al-Wahhâb mengatakan:
وَيُوَجَّهُ لِلْقِبْلَةِ وُجُوْبًا"
“Dan dihadapkan dia [mayit] ke qiblat sebagai kewajiban [dalam prosesi pengebumiannya]”
al-Hâfizh Abdullâh ibn Husain ibn Thâhir al-Hadhrami asy-Syâfi’i dalam kitâbnya “Sullam at-Taufîq” dan al-Hâfizh Abdullâh al-Harari dalam kitâbnya Mukhtashar menjelaskan:
وَيَجِبُ تَوْجِيْهُهُ إِلَى الْقِبْلَةِ
"dan wâjib menghadapkan mayit ke Qiblat",
Dan juga banyak ulamâ’ lainnya; yakni bahwa di antara *perkara fardhu* dalam pengurusan jenâzah muslim yang mengikuti urusan penguburannya adalah *"menghadapkan mayit ke Qiblat"*, hal itu dengan cara dimiringkan di atas sisi kanannya atau sisi kirinya, akan tetapi memiringkannya di atas sisi kirinya tidak sesuai dengan yang sunnah, maka ia makrûh.
Ngaji Soal Jawab Bab Jenazah 73
*73. Soal:*
Apa hukum menguburkan lebih dari satu mayit dalam satu liang Kubur ?
*Jawab:*
Hukum asal dalam syara’ mengenai perkara menguburkan mayit adalah bahwa tidak boleh langsung sejak awal penguburan [إِبْتِدَاءً] dikuburkan lebih dari satu mayit dalam satu kuburan, baik satu jenis ataupun tidak, bahkan meskipun ada hubungan pernikahan atau hubungan darah/nasab antara mayit-mayit itu seperti anak dengan orang tua ataupun adik beradik dan semisalnya, karena dahulu Rasûlullâh ﷺ menguburkan satu mayit dalam satu Kuburan, dan berkesinambunganlah pelaksanaan itu oleh sahâbat hingga masa ini, kecuali karena adanya darûrat, sebagai mana hal ini dengan tegas dinyatakan oleh para ulamâ’ besar Islâm.
Semisal al-Imâm Syamsuddîn ar-Ramli dalam kitâbnya Nihâyah al-Muhtâj beliau mengatakan:
وَلَا يُدْفَنُ اثْنَانِ فِي قَبْرٍ
“Dan tidak boleh dikuburkan dua mayit (atau lebih) dalam satu liang kubur”.
Kemudian beliau menjelaskan panjang lebar dan dalam sela-sela penjelasannya beliau mengatakan:
فَلَوْ دَفَنَهُمَا ابْتِدَاءً فِيْهِ مِنْ غَيْرِ ضَرُوْرَةٍ حَرُمَ... وَإِنِ اتَّحَدَ النَّوْعُ كَرَجُلَيْنِ أَوِ امْرَأَتَيْنِ أَوِ اخْتَلَفَ وَكَانَ بَيْنَهُمَا مَحْرَمِيَّةٌ وَلَوْ أُمًّا مَعَ وَلَدِهَا وَإِنْ كَانَ صَغِيْرًا أَوْ بَيْنَهُمَا زَوْجِيَّةٌ
“jika dia (pelaksana pengebumian mayit) menguburkan kedua mayit sejak awal penguburan di dalam satu liang kuburan *tanpa adanya darûrat*, maka hal itu haram... meskipun satu jenis kelamin seperti dua mayit laki-laki atau dua mayit perempuan ataupun berbeda jenis dan meskipun ada hubungan kemahraman antara kedua mayit, dan meskipun mayit seorang ibu dengan anaknya meskipun anak kecil atau antara kedua mayit ada hubungan pernikahan (suami istri)...”.
Adapun *jika karena adanya darûrat*, seperti banyaknya kematian disebabkan wabâ’, atau tenggelam, atau runtuhan dan lain sebagainya, dan sulit untuk menguburkan masing-masing mayit dalam satu liang kubur, maka saat itu boleh dikubur dalam satu liang dua mayit, atau tiga atau lebih.
Namun dipisah antara mayit laki-laki dan perempuan, kecuali karena adanya darûrat pula yang menjadikan itu tidak bisa dilakukan, maka boleh dikubur dalam satu liang, dengan syarat diberi pembatas atau lapisan tanah antara mayit laki-laki dan perempuan itu, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imâm an-Nawawi dalam kitâbnya “al-Majmû’”, al-Imâm as-Sarakhsiy dan lainnya.
Al-Imâm an-Nawawi dalam kitâbnya “al-Majmû’” berkata:
لَا يَجُوْزُ أَنْ يُدْفَنَ رَجُلَانِ وَلَا امْرَأَتاَنِ فِي قَبْرٍ وَاحِدٍ مِنْ غَيْرِ ضَرُوْرَةٍ
“Dan tidak boleh [yakni haram] dikuburkan dua mayit laki-laki dan tidak pula dua mayit perempuan [atau lebih] dalam satu liang kubur dengan tanpa adanya darûrat”.
Beliau juga mengatakan:
أَمَّا إِذَا حَصَلَتْ ضَرُوْرَةٌ بِأَنْ كَثُرَ القَتْلَى أَوِ الْمَوْتَى فِي وَبَاءٍ أَوْ هَدْمٍ وَغَرْقٍ أَوْ غَيْرِ ذٰلِكَ وَعَسُرَ دَفْنُ كُلِّ وَاحِدٍ فِي قَبْرٍ فَيَجُوْزُ دَفْنُ الاثْنَيْنِ وَالثَّلَاثَةِ وَأَكْثَرَ فِي قَبْرٍ بِحَسَبِ الضَّرُوْرَةِ
“Adapun jika terjadi suatu darûrat berupa semisal banyaknya orang terbunuh atau banyak orang mati karena waba’ atau karena tertimpa runtuhan atau tenggelam atau selain itu dan sulit mengebumikan setiap masing-masing mereka dalam satu liang kubur, maka boleh menguburkan dua mayit atau tiga atau lebih dalam satu liang kubur sesuai dengan hajat”.
Beliau juga mengatakan dalam kitab yang sama:
وَلَا يَجُوْزُ الْجَمْعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَالرَّجُلِ فِي قَبْرٍ إِلَّا عِنْدَ تَأَكُّدِ الضَّرُوْرَةِ، وَيُجْعَلُ حِيْنَئِذٍ بَيْنَهُمَا تُرَابٌ لِيَحْجِزَ بَيْنَهُمَا بِلَا خِلَافٍ
“Dan tidak boleh mengumpulkan antara mayit perempuan dan mayit laki-laki dalam satu kuburan kecuali ketika terpastikan adanya darûrat, dan harus dijadikan saat itu antara keduanya pembatas tanah agar menghalangi antara keduanya tanpa adanya perbedaan pendapat ulamâ’”.
Adapun ‘illah [dalam istilah fiqih, seperti sebab yang menjadi di antara hikmah] diharamkannya menguburkan lebih dari satu mayit dalam satu liang kubur tanpa adanya darûrat adalah sebagaimana dijelaskan oleh al-Imâm Syamsuddîn ar-Ramli dalam kitâbnya Nihâyah al-Muhtâj, beliau mengatakan:
لِأَنَّهُ بِدْعَةٌ وَخِلَافُ مَا دَرَجَ عَلَيْهِ السَّلَفُ وَلِأَنَّهُ يُؤَدِّي إِلَى الْجَمْعِ بَيْنَ البِرِّ التَّقِيِّ وَالفَاجِرِ الشَّقِيِّ وَفِيْهِ إِضْرَارٌ بِالصَّالِحِ بِالْجَارِ السُّوْءِ
“karena ia adalah perbuatan yang bid’ah [bertentangan dengan ajaran Islâm] dan bertentangan dengan tindakan yang telah dilaksanakan oleh ulamâ’ salaf, dan karena ia menyebabkan digabungkannya jenâzah seorang baik yang bertaqwa dengan seorang pendosa yang celaka, dimana dalam tindakan itu mengandung unsur menyakiti orang shalih dengan dijadikan berdampingan dengan orang yang keji”.
Intaha
Bersambung
Allah Ada Tanpa Tempat
Posting Komentar untuk "Apa hukumnya menguburkan mayit menggunakan peti"