Dalil Kemakruhan Memegang Dzakar dan Beristinja' dengan Tangan Kanan
Dalil Kemakruhan Memegang Dzakar dan Beristinja' dengan Tangan Kanan
عن أبي قتادة رضي الله عنه قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم: لايُمسِكَنَّ أحدُكُم ذَكَرَه بِيَمِينِه وَهُو يَبُول وَلا يَتَمَسَّحْ مِنَ الخَلَاء بِيَمينِه ولا يَتَنَفَّس فِي الإِنَاء. رواه الشيخان
Dari Abu Qatadah -semoga Allah meridlainya- beliau berkata: "Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian memegang dzakarnya (kemaluannya) dengan tangan kanan ketika dia kencing, janganlah beristinja' dari buang hajat dengan tangan kanannya dan janganlah mengeluarkan nafasnya dari mulut di dalam wadah." (H.R. Al Bukhari dan Muslim)
Larangan memegang dzakar tersebut dibatasi pada kondisi kencing sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama. Akan tetapi pendapat yang mu'tamad (dapat dijadikan pedoman) tidak seperti itu, berdasarkan dalil riwayat lain yang tidak menyebutkan kondisi kencing. Maka tidak dikatakan jika hal tersebut tidak terbatas pada kondisi kencing saja maka ini menunjukkan bahwa hadits di atas dipahami secara umum saja (tidak diambil makna yang khusus dari hadits umum). (Tidak dikatakan demikian) karena kita mengatakan tidak apa-apa memaknai hadits ini secara umum (baik kondisi kencing atau tidak). Sebab, dikatakan tidak memaknai sebuah hadits umum dengan makna khusus jika qaid (batasan) tidak keluar dari kebiasaan, dan makna yang umum tidak lebih unggul dalam hukum daripada makna yang khusus. Akan tetapi, pada permasalahan ini berbeda karena pada umumnya, orang memegang dzakar terjadi ketika dia kencing. Begitu juga, jika dilarang memegang dengan tangan kanan ketika istinja' padahal itu (kondisi yang diduga) dibutuhkan maka larangan menyentuh dengan tangan kanan pada selain kondisi istinja' lebih utama.
Hadits ini juga menunjukkan larangan beristinja' dengan tangan kanan. Sebaliknya, beristinja' itu dengan tangan kiri karena tangan kanan dipakai untuk sesuatu yang dimuliakan, sedangkan tangan kiri dipakai untuk sesuatu yang rendah dan kurang. Begitu juga, kalau memegang najis dengan tangan kanan maka bisa jadi nanti ia akan mengingatnya ketika makan bahwa tangan kanannya telah digunakan untuk menyentuh najis ketika istinja' sehingga dirinya akan merasa jijik.
Hadits ini juga menunjukkan larangan seseorang bernafas menggunakan mulut di dalam wadah agar tidak mengotori air dengan hal tersebut dan agar menjadi aman dari sesuatu yang keluar dari mulut yang membuatnya merasa jijik.
Maka hadits ini juga menunjukkan kemakruhan tiga hal tersebut. Mayoritas ulama mengatakan hal itu makruh. Mereka memahami kalimat yang menggunakan ibaroh لا يجوز dengan makna makruh.
Istinja' disunnahkan untuk dilakukan sebelum wudlu agar keluar dari perbedaan pendapat dan aman dari batalnya wudlu setelah suci. Disunnahkan pula untuk memulai istinja' dengan air di qubul-nya.
Menggunakan air di dalam istinja' wajib dengan takaran sekira dapat (cukup) menghilangkan najis. Kalau sudah melakukan itu kemudian ia masih mencium bau najis dari tangannya maka itu menunjukkan bahwa masih ada najis di tempat keluarnya najis (farji) sehingga ia wajib menghilangkannya lagi. Dengan pendapat ini, disunnahkan untuk mencium tangan. Akan tetapi, menurut pendapat yang lebih sahih, bau najis di tangan tidak menunjukkan masih adanya sisa najis di tempatnya (farji) melainkan menunjukkan najis itu masih ada di tangan (bukan di tempat najis). Maka, dengan pendapat ini, tidak disunnahkan mencium tangan.
Posting Komentar untuk "Dalil Kemakruhan Memegang Dzakar dan Beristinja' dengan Tangan Kanan"