Ridha terhadap Qadha (ketentuan) Allah
Apa arti dari Ridha terhadap 'Qadha (ketentuan) Allah'?
Artinya meyakini bahwa Segala sesuatu yang terjadi di Alam semesta ini semuanya terjadi dengan penentuan dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dan penentuan Allah yang mengkehendaki adanya yang baik dan yang buruk, hal ini dari Allah di anggap sesuatu yang baik, tidak boleh hal ini di anggap buruk dari Allah, Ketentuan Allah yang mengkehendaki adanya para hamba yang melakukan kekufuran dan Ma'siyath bukan sesuatu yang di anggap buruk bagi Allah, hanya saja yang di anggap buruk itu adalah kekufuran itu serta makhluq yang melakukakan kekufuran atau ma'siyath tersebut, inilah yang di anggap buruk dan tercela bagi Makhluq itu.
Adapun Allah yang menjadikan adanya keburukan dan ma'syiat pada sebagian hambanya ini tidak anggap buruk dari Allah.
Dan tidak boleh di katakan bahwa Allah dalam menjadikan hal itu "tidak ada hikmahnya atau tidak artinya atau tidak bijaksana", siapa yang mengatakan bahwa Allah menjadikan hal-hal tersebut tanpa ada hikmah di baliknya, atau itu sesuatu yang tanpa arti, atau itu hal yang sia-sia belaka, maka ini menyebabkan pelakunya keluar dari Agama islam.
Inilah penjelasan dari menerima Qodha Allah, ketentuan dari Allah, yaitu meyakini bahwa Allah lah yang menjadikan adanya keburukan dan yang menjadikan adanya kebaikan, dan bahwasanya penciptaan Allah terhadap adanya kebaikan dan keburukan bukan sesuatu yang jelek atau buruk dari Allah.
Bahkan kehendak Allah yang menentukan adanya keburukan adalah sesuatu yang baik dari Allah, sebagaimana kehendaknya yang menentukan adanya kebaikan juga sesuatu yang baik dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Kita berserah diri kepada Allah, kita tidak protes kepada Allah dalam ketentuannya yang mengkehendaki adanya kebaikan dan keburukan, kita di perintahkan untuk mencintai kebaikan serta mengerjakannya dan kita di larang dari keburukan(Ma'siyath dan kekufuran) juga kita di perintahkan untuk tidak mencintainya.
Islam Mewajibkan Beriman Kepada QADHA dan QADAR-Nya ALLAH
Pengertian Qadla dan Qadar
Al-imam Abu ‘Abdirrahman Abdullah al-Harari asy-Syaibi mengatakan dalam kitabnya asy-Syarh al-Qawim:
القَدَرُ هُوَ تَدْبِيْرُ الأَشْيَاءِ عَلَى وَجْهٍ مُطَابِقٍ لِعِلْمِ اللهِ الأَزَلِي وَمَشِيْئَتِهِ الأَزَلِيَّةِ فَيُوْجِدُهَا فِي الْوَقْتِ الَّذِي عَلِمَ أَنَّهَا تَكُوْنُ فِيْهِ، أَيْ إِيْجَادُ اللهِ الأَشْيَاءَ عَلَى حَسَبِ مَا سَبَقَ فِي عِلْمِهِ الأَزَلِي وَإِبْرَازُها فِي الوُجُوْدِ عَلَى حَسَبِ مَشِيْئَتِهِ الأَزَلِيَّةِ يُسَمَّى قَدَرًا، وَيُقَالُ بِعِبَارَةٍ أُخْرَى: القَدَرُ هُو جَعْلُ كُلِّ شَئٍ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ
Al-Qadar adalah penciptaan segala sesuatu yang ada di alam ini oleh Allah sesuai dengan ilmu Allah yang Azali dan kehendak-Nya yang Azali, maka Allah ciptakan makhluk tersebut pada sehingga menjadi ada pada waktu yang sesuai dengan Ilmu dan kehendak Allah bahwa makhluk tersbut ada pada waktu tersebut.
Artinya; Allah menciptakan makhluk sesuai dengan Ilmu-Nya yang Azali dan menjadikan makhluk ada di alam ini sesuai dengan kehendak-Nya yang Azali, hal inilah yang dimaksud dengan Qadar (ketentuan Allah).
Dan dengan ungkapan lain al-Qadar juga dimaknai dengan: “menjadikan segala sesuatu di alam ini sesuai dengan keadaannya masing-masing berdasarkan kehendak Allah”.
Maka ini berarti bahwa semua makhluk, yang baik ataupun yang buruk terjadi adalah atas kehendak dan ciptaan Allah. *
Semua makhluk dan juga perbuatannya adalah ciptaan Allah. Allah berfirman:
﴿ قُلِ اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَىءٍ ﴾ (سورة الرعد:16)
Maknanya: “Katakanlah (wahai Muhammad) bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu yang ada di alam ini (makhluk)” (Surat ar-Ra’du:16)
Kata-kata “الشَىء” yang bermakna (segala sesuatu) dalam ayat ini adalah umum, yaitu mencakup semua yang ada di alam ini, baik berupa benda ataupun sifat benda.
Dan Allah juga berfirman:
﴿ وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ ﴾ (سورة الصافات:96)
Maknanya: “Dan Allah yang menciptakan kalian serta perbuatan kalian” (Surat ash-Shaffat : 96)
Jadi wajib mengimani bahwa badan hamba dan juga perbuatan hamba, baik itu perbuatan yang baik ataupun yang buruk, semuanya terjadi atas kehendak dan ketentuan serta penciptaan Allah. Semua yang ada di alam ini tanpa terkecuali adalah ciptaan Allah, hamba tidak bisa menciptakan apapun. Merupakan kewajiban bagi setiap mukallaf untuk beriman akan adanya Qadla dan Qadar, sebagaimana hal ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang shahih:
الإِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وِشَرِّهِ (رواه مسلم)
Maknanya: “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, Rasul-Rasul Allah, Kitab-kitab yang Allah wahyukan kepada para Rasul-Nya, dan beriman akan adanya hari akhirat serta engkau beriman akan adanya Qadla dan Qadar” (Riwayat Muslim).
Makna hadits tersebut bahwasannya semua makhluk yang ada di alam ini, yang terdiri dari makhluk yang baik serta yang buruk, semua ini merupakan makhluk dan ciptaan Allah subahaanahu wa ta’alaa. Jadi yang disifati dengan buruk adalah makhluk, karena makhluk ada yang baik dan ada yang buruk. Adapun sifat Allah “al-Qadar” (yaitu sifat Maha Menentukan) maka ia adalah baik, karena Allah tidak disifati dengan sifat buruk, semua sifat-sifat Allah adalah baik dan mulia.
Segala sesuatu yang Allah kehendaki untuk terjadi maka pasti terjadi sesuai dengan apa yang Allah kehendaki, dan segala sesuatu yang Allah kehendaki untuk tidak terjadi maka pasti hal tersebut tidak akan terjadi. Karenanya, barangsiapa yang meyakini bahwa ada sesuatu yang menurutnya terjadi di alam ini bukan karena ciptaan Allah, maka orang tersebut telah musyrik (kafir), karena berarti ia menganggap ada Tuhan selain Allah.
Segala sesuatu yang terjadi di alam ini, maka ia terjadi atas kehendak Allah.
Semua yang dialami hamba, kebaikan, keburukan, manfaat, mudharrat, kenikmatan, musibah, kesehatan, sakit, kaya, faqir, miskin dan lain sebagainya, maka itu semua terjadi atas kehendak Allah.
Maka apa yang telah menjadi ketentuan dari Allah untuk seorang hamba, pasti akan terjadipada hamba tersebut, tidak akan pernah meleset dari ketentuan Allah. Rasulullah bersabda:
مَا شَاءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُن
Maknanya: “Segala sesuatu yang dikehendaki Allah untuk terjadi maka pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki Allah untuk terjadi maka pasti tidak akan terjadi”.
Namun perlu diketahui dan yakini bahwa Memang segala sesuatu di alam ini adalah ketentuan dari Allah, namun hamba bukanlah kemudian dikatakan majbur mutlak bagaikan bulu atau kapas yang diterpa angin tanpa memiliki kehendak sama sekali, sebagaimana ini diungkapkan oleh kaum jabriyah.
Karena ada hakikatnya Allah ciptakan pada diri kita kehendak untuk melakukan sesuatu, sebagai buktinya kita sama sekali tidak merasa terpaksa untuk melakukan suatu perbuatan, kita tidak merasa ada yang memaksa. Ini bukti bahwa kita punya kehendak, bukan majbur, hanya saja kehendak hamba adalah hal yang dikehendaki Allah untuk terjadi pada hamba, bukan hamba yang menciptakan kehendaknya sendiri.
Kita tidak mengatakan bahwa hamba yang menciptakan perbuatannya, sebagaimana ini diyakini oleh kaum mu’tazilah, karena pada hakikatnya kita tidak bisa membunyikan huruf “baa’” dengan mulut terbuka, kita tidak tahu urat mana yang bergerak dalam tubuh kita saat kita berjalan atau berbicara, bahkan kita tidah rahu berapa banyak perbuatan yang kita lakukan dalam sehari. Jadi bukan hamba yang menciptakan perbuatan hamba, akan tetapi Allah yang menciptakannya pada diri hamba.
Hamba hanya melakukan “kasab”, yaitu mengarahkan kehendak dan keinginannya terhadap suatu perbuatan untuk melakukannya, maka ketika ia bisa melakukannya berarti Allah yang menciptakan terjadinya perbuatan tersebut pada dirinya, Allah jadikan keinginan hamab terlaksana
Maka perbuatan hamba disebut dengan "kasab", bukan "menciptakan".
Sebagai bukti lain bahwa bukan hamba yang menciptakan perbuatannya adalah bahwa berapa banyak hamba yang ingin melakukan sesuatu namun ternyata meleset atau tidak tercapai apa yang ia inginkan.
Ahlussunnah meyakini bahwa hamba memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu dan hamba juga melakukan perbuatan, namun semua itu adalah ciptaan Allah dan ketentuan dari Allah.
Dan karena perkara ghaib tidak kita ketahui, mengenai apa yang akan terjadi nanti tidak kita ketahui, maka kita dituntut untuk berusaha, karena Allah ciptakan pada diri kita kehendak dan kekuatan untuk melakukan sesuatu (kasab), dan atas kasab kita itulah nantinya kita akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat.
Permasalahan iman kepada Qadla dan Qadar tidaklah sependek dan seringkas ini, melainkan ia adalah pembahasan yang sangat luas dalam kitab-kitab para ulama, sehingganya mustilah kita mempelajarinya dari para ahli ilmu yang mu’tabar, agar terhindar dari berbagai macam pemahaman yang melenceng dari garis Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Posting Komentar untuk "Ridha terhadap Qadha (ketentuan) Allah"