Zaman yang Lebih Buruk dari Zaman Sebelumnya
Zaman yang Lebih Buruk dari Zaman Sebelumnya. Ngaji Kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jama'ah Karya Hadlrotus Syaikh Hasyim Asy'ari
قال المؤلف رحمه الله تعالى:
وفي فتح الباري عن مسروق عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: {لا يأتي عليكم زمان إلا وهو أشر مما كان قبله، أما إني لا أعني أميرا خيرا من أمير، ولا عاما خيرا من عام، ولكن علماؤكم وفقهاؤكم يذهبون ثم لا تجدون منهم خلفا، ثم يجيئ قوم يفتون في الأمور برأيهم فيثلمون الإسلام ويهدمونه}.
"Di dalam kitab Fathu al-Bahri juga diriwayatkan sebuah hadits dari Masruq dari Ibnu Mas’ud radliyallahu anhu, ia berkata:
لايأتى عليكم زمان الا وهو أشر مما كان قبله إما أنى لاأعين أميرا خيرا من أمير ولا عاما خيرا من عام ولكن علماؤكم وفقهاؤكم يذهبون ثم لا تجدون منهم خلفا ثم يجئ قوم يفتون فى الامور برأيهم فيثلمون الاسلام ويهدمونه
“Tidak akan datang sebuah zaman kepada kalian semua, kecuali zaman itu lebih buruk dari era sebelumnya, ingatlah sesungguhnya aku tidak akan menentukan seorang pemimpin yang lebih baik dari pemimpin yang lain juga tidak pada sebuah masyarakat yang lebih baik dari masyarakat yang lain. Tetapi ulama-ulama dan ahli fiqih kalian telah pergi wafat, sehingga kalian tidak mendapati lagi pengganti mereka. Kemudian datanglah sekelompok kaum yang menyampaikan fatwa tanpa sadar tentang suatu masalah menurut pendapatnya sendiri, mereka merusak Islam dan merobohkan sendi-sendi agama”.
Catatan:
Waspadalah terhadap fatwa tanpa ilmu. Seseorang dikatakan telah berfatwa tanpa ilmu jika dia berkata tentang permasalahan agama "menurut pendapat saya".
Kecuali jika dia adalah seorang Mujtahid seperti al Imam Abu Hanifah, al Imam Malik bin Anas, al Imam as Syafi'i dan al Imam Ahmad bin Hambal. Diperbolehkan bagi mereka berbicara tentang agama berdasarkan hasil ijtihadnya.
Para ulama mengatakan:
لا ادري نصف العلم
Perkataan "saya tidak tahu" adalah separo dari ilmu
Ibnu Umar radliyallahu anhu mengatakan:
العلم ثلاثة كتاب ناطق وسنة ماضية ولا ادري
"Ilmu itu ada tiga, kitab yang berbicara (Al Qur'an), sunnah Nabi dan perkataan saya tidak tahu".
(فصل) في بيان إثم من دعا إلى ضلالة أو سن سنة سيئة
قال الله سبحانه وتعالى: {لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ}. وأخرج أبو داود والترمذي عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: {مَنْ دَعا إلى هُدىً كانَ لَهُ مِنَ الأجْرِ مِثْلَ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذلك مِنْ أُجُورِهِمْ شَيئا. وَمَنْ دَعا إلى ضَلالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثامِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذلكَ مِنْ آثامِهِمْ شَيْئاً}.
PASAL TENTANG DOSANYA SESEORANG YANG MENGAJAK PADA JALAN YANG SESAT DAN MERINTIS SESUATU YANG BURUK
Allah subahanahu wata’ala berfirman:
{لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ}.
“(Ucapan dan perbuatan mereka)-lah yang menyebabkan mereka harus memikul dosa-dosa mereka dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan juga dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (Al-Nahl: 25)
Imam Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairoh radliyallahu ‘anhu, Ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
مَنْ دَعا إلى هُدىً كانَ لَهُ مِنَ الأجْرِ مِثْلَ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذلك مِنْ أُجُورِهِمْ شَيئا. وَمَنْ دَعا إلى ضَلالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثامِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذلكَ مِنْ آثامِهِمْ شَيْئاً
“Barang siapa mengajak menuju hidayah Tuhan maka baginya pahala sebagaimana pahalanya orang-orang yang mengikutinya tanpa sedikitpun berkurang. Namun sebaliknya barang siapa mengajak orang lain pada kesesatan maka baginya dosa sebagaimana dosanya orang-orang yang mengikutinya tanpa berkurang sedikitpun dari dosa-dosa mereka.”
*Catatan*
Wajib bagi setiap muslim menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan agama.
Wajib juga baginya untuk mengajak orang yang belum melakukan kewajiban untuk melakukannya
Dan wajib juga mengajak orang yang telah melaksanakannya namun tidak sesuai dengan ketentuan agama untuk melakukannya sesuai ketentuan agama.
Wajib bagi setiap muslim untuk meninggalkan perkara yang diharamkan, juga wajib mencegah orang lain dari melakukan perkara yang diharamkan.
Orang yang mengajak atau memerintahkan orang lain melakukan sebuah kebaikan, sehingga orang tersebut melakukannya maka dia akan mendapatkan pahala amal Sholeh yang dilakukan orang lain tersebut.
Demikian juga sebaliknya, seseorang yang mengajak orang melakukan perkara yang diharamkan maka dia juga mendapatkan dosanya.
Maka hendaknya kita gemar mengajak orang lain melakukan kebaikan dan berhati-hati jangan sampai menolong, membantu atau mengajak orang lain melakukan kemaksiatan.
وأخرج مسلم من رواية عبد الرحمن بن هلال عن جرير بن عبد الله البجلي رضي الله عنه في حديث طويل، قال فيه: فَقَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم: {مَنْ سَنّ فِي الإِسْلاَمِ سُنّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا. وَمَنْ سَنّ فِي الإِسْلاَمِ سُنّةً سَيّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ. مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيئًا}.
Dalam sebuah riwayat Imam Muslim menceritakan dari Abdur Rahman bin Hilal dari Jarir bin Abdullah al–Bakhliy radliyallahu ‘anhu dalam sebuah haditsnya yang cukup panjang ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
مَنْ سَنّ فِي الإِسْلاَمِ سُنّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا. وَمَنْ سَنّ فِي الإِسْلاَمِ سُنّةً سَيّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ. مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيئًا
“Barang siapa merintis sebuah tuntunan yang baik di dalam Islam, maka baginya mendapatkan pahala kebaikan tersebut dan juga pahalanya orang-orang setelahnya yang mengamalkan tuntunan kebaikan tersebut, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala-pahala mereka. Dan barang siapa membuat tuntunan pada jalan keburukan dalam agama Islam, maka dilimpahkanlah dosa baginya, dan iapun harus menaggung dosa-dosa orang-orang setelahnya yang mengikuti jalan keburukan tersebut tanpa berkurang sedikitpun dari dosa-dosa mereka”.
Catatan
Hadits di atas juga menjadi dalil bagi Ahlussunah Wal jama'ah bahwa bahwa bid'ah itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu bid'ah Hasanah dan bid'ah sayyiah.
Seseorang yang membuat bid'ah yang baik maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang melakukannya setelahnya.
Seseorang yang membuat bid'ah yang buruk maka dia mendapat dosanya dan dosa orang yang melakukannya setelahnya.
Namun tidak setiap orang bisa membuat bid'ah Hasanah, tetapi hanya para ulama yang bisa melakukannya. Karena parameter Hasanah atau sayyiah adalah syariat Islam, bukan akal manusia.
Penjelasan tentang bid'ah dibahas secara khusus dalam kitab ini.
Posting Komentar untuk "Zaman yang Lebih Buruk dari Zaman Sebelumnya"